17 November 2008

kritik terhadap pelaksanaan tes kepala sekolah

MEMIMPIKAN REKRUTMEN KEPALA SEKOLAH YANG TERBUKA
by: Tantan Suhartana

Sebaiknya Anda merisaukan karakter Anda ketimbang reputasi Anda. Karakter Anda menunjukan siapa diri Anda sebenarnya, sedangkan reputasi menunjukan siapa diri Anda menurut orang lain
- Dale Carnegie -

Tulisan ini merupakan hasil refleksi Penulis setelah pertama kalinya mengikuti Seleksi Calon Kepala Sekolah di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya. Menurut hemat Penulis pola pelaksanaan Seleksi Calon Kepala Sekolah ke depan masih perlu di perbaiki dan disempurnakan agar mendekati prinsip-prinsip keterbukaan , transparansi , dan akuntabilitas.

Pola pelaksanaan seleksi yang tertutup seperti sekarang ini, seperti salah satu contoh, skor hasil tes, baik berupa tes tulis dan wawancara, yang tidak diumumkan hasilnya, sehingga tidak diketahui oleh para calon kepala sekolah, atau hasil kelulusan yang tidak di umumkan secara terbuka, misalnya melalui papan pengumuman, tapi justru melalui amplop tertutup, sehingga tidak tahu siapa yang lulus atau tidak. Bagi Penulis sendiri hal ini menimbulkan kebingungan, setidaknya dalam diri penulis timbul pertanyaan, apakah memang kemampuan Penulis yang tidak mampu bersaing sehingga tidak lulus seleksi, ataukah Penulis menjadi salah seorang “ korban “ berbagai kepentingan berbagai pihak, seperti yang menjadi tafsir negatif guru-guru selama ini. Purbasangka ini lahir secara alamiah bahkan seperti sebuah aksioma, yang diakibatkan dari pola tetutup yang dikembangkan oleh pihak penyelenggara.

Proses seleksi yang tertutup seperti ini, pada akhirnya sekali lagi, menimbulkan tafsir-tafsir negatif dalam wacana-wacana informal guru , seperti tuduhan adanya KKN dalam penentuan hasil kelulusan. Dan tafsir-tafsir negatif guru-guru ini terus berkembang dari waktu ke waktu seperti snowball, yang liar dan semakin membesar. Dan hal ini tidak mungkin dicegah ataupun diklarifikasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan , yang dalam hal ini adalah pihak panitia seleksi dan juga Dinas Pendidikan Kab. Tasikmalaya selaku penyelenggara, karena wacana ini sudah beredar begitu luas dan lama, dan sepertinya sudah menjadi “ harga mati “ yang ada di benak setiap guru, saat menghadapi pelaksanaan Seleksi Calon Kepala Sekolah.
Lalu, siapa yang dirugikan ? Secara khusus tentu saja pihak Dinas Pendidikan , yaitu berupa terabrasinya kredibilitas dan integritas moral, baik secara personal maupun institusional, di mata para guru dan stake holders lainya. Dan secara umum adalah dunia pendidikan itu sendiri, yang secara konseptual merupakan penyemai benih-benih nilai dan moral mulia pada seluruh masyarakat pendidikan, kini nilai-nilai itu tereduksi pada tingkat yang rendah.

Tulisan reflektif ini, juga merupakan hasil elaborasi hati “ yang gelisah “, dengan konsep-konsep yang pernah Penulis baca serta pengalaman empirik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Clean and good government

Pemerintahan yang baik dan bersih, kini tengah menggelinding menjadi mainstream dalam penyelenggaraan pemerintahan, kali ini tidak hanya berupa diskursus seperti dulu, tapi kini telah menjadi rencana aksi pemerintah, bahkan action, yang didukung oleh segenap elemen masyarakat. Salah satu contoh, reformasi birokrasi di departemen keuangan, selain melakukan renumerasi untuk meningkatkan kesejahteraan pegawainya, tapi juga penegakan hukum yang adil bagi siapa saja yang menyalahgunakan kewenangan dan adanya proses seleksi yang sangat terbuka bagi calon PNS di lingkungan Depkeu. Atau juga, bagaimana institusi polisi berupaya meningkatkan kualitas anggotanya melalui pola rekrutmen anggota kepolisian yang terbuka, bahkan boleh diliput dan dipantau oleh wartawan dan LSM pada semua proses rekrutmenya. Semua contoh di atas , hakekatnya merupakan implementasi dari clean and good government, yang semuanya bersumber pada prinsip-prinsip keterbukaan, transparasi, dan akuntabilitas publik.

Prinsip keterbukaan terkait dengan bagaimana semua tahapan proses rekrutmen bisa di akses oleh semua masyarakat secara mudah dan jelas. Prinsip transparansi terkait dengan bagaimana penetapan hasil yang didasari oleh proses yang betul-betul bisa disaksikan atau di akses oleh siapapun. Prinsip akuntabilitas publik terkait dengan bagaimana proses dan hasil seleksi tersebut, merupakan hasil dari sebuah proses yang bisa dipertanggungjawabkan kepada siapapun, baik secara administratif, maupun moralitas.

Pada proses rekrutmen Calon Kepala Sekolah oleh Dinas Pendidikan maka prinsip-prinsip keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas sesungguhnya bisa diterapkan. Dan Dinas Pendidikan sebagai institusi pengejawantah nilai-nilai mulia dunia pendidikan disamping sekolah, seharusnya merupakan institusi pertama yang mengimplementasikan gerakan ini, bukan malah sebaliknya.
Peran Sentral Kepala Sekolah

Otonomi daerah dan otonomi pendidikan di dalamnya, yang sampai pada tingkat sekolah,dimana sekolah mempunyai kewenangan yang luas untuk bisa berkreasi dalam meningkatkan mutu dan kualitas sekolahnya. Kondisi ini, berimplikasi pada figur Kepala Sekolah yang semakin sentral dalam pengelolaan sekolah. Sehingga Kepala Sekolah pada era otonomi pendidikan ini betul-betul dituntut untuk bisa menjadi the agent of school change, yaitu sebagai agen perubahan sekolah yang visioner dan mampu survive dalam menghadapi era globalisasi dan informasi.. Dan tentu saja konsekuensi logisnya, bahwa kepala sekolah haruslah betul-betul figur yang memiliki kompetensi profesional, sosial, personal dan jiwa kepemimpinan yag kuat, serta integritas moral dan keimanan yang “ mumpuni “ agar mampu bertahan bahkan mampu “ mengorkestrasi “ era yang semakin kompetitif dan kompleks ini, beserta akibat-akibat yang ditimbulkannya.

Pemikiran Penulis, bahwa figur Kepala Sekolah dengan kompetensi profesional, sosial, personal dan kepemimpinan serta integritas moral dan keimanan seperti yang disebutkan di atas, bisa lahir seandainya di awali dari rekrutmen Calon Kepala Sekolah yang baik. Pola rekrutmen kepala sekolah yang baik, yaitu pola rekrutmen yang terbuka, transparan, dan akuntabel. Sehingga dengan pola tersebut, diharapkan terjaring guru-guru yang akan menjadi calon kepala sekolah yang lebih bermutu dan berkualitas serta berahklak yang baik..
Budaya Paternalistik

Budaya paternalistik yang masih berpengaruh kuat pada masyarakat bangsa ini, dimana figur-figur sentral yang berpengaruh menjadi panutan dalam berprilaku masyarakat, bisa merupakan sebuah kekuatan yang hebat bagi terinternalilasinya nilai-nilai pada masyarakat. Dalam hal ini Dinas Pendidikan, yang didalamnya dipenuhi oleh figur-figur sentral yang menjadi anutan bagi kepala sekolah, guru, siswa dan masyarakat sekolah lannya, bisa menggunakan budaya paternalistik ini untuk menyemaikan benih-benih nilai-nilai mulia dunia pendidikan, misalnya kejujuran dan kepercayaan, pada seluruh stake holders pendidikan tersebut.

Rekrutmen Calon Kepala Sekolah yang terbuka , transparan dan akuntabel sesungguhnya tidak hanya berisi seperangkat aturan dan kebijakan yang baik, tapi hakikatnya memuat nilai-nilai mulia pendidikan, misalnya nilai kejujuran dan kepercayaan. Maka Dinas Pendidikan seharusnya, ketika melakukan Seleksi Calon Kepala Sekolah, tidak hanya berdasarkan kebutuhan terhadap kepala sekolah an sich, tapi juga seharusnya berpikir tentang penyemaian nilai-nilai moral dunia pendidikan tesebut melalu kegiatan ini.

Menurut hemat Penulis seandainya ini dilakukan oleh Dinas Pendidikan, maka , ada dampak yang luar biasa pada pola pengelolaan sekolah secara keseluruhan. Karena ada efek domino disana, dimana para kepala sekolah, guru, siswa serta masyarakat sekolah lainnya akan terinspirasi untuk juga berprilaku yang sama, sesuai dengan wilayah dan kewenangan masing-masing. Dan seandainya prilaku jujur dan dapat dipercaya ini, menjadi budaya di lingkungan pendidikan Kab. Tasikmalaya, maka penulis bisa menjamin dunia pendidikan di Kab. Tasikmalaya akan mengalami akselarasi yang hebat dalam mencapai target-target mutu dan kualitas di bidang pendidikan.
Sedikit Solusi

Bagian terakhir tulisan ini, merupakan antisipasi Penulis agar tidak hanya mampu mengkritik tapi juga ada kemauan untuk menghadirkan sedikit solusi bagi permasalahan tersebut.

Solusi penulis, misalnya : 1). Seandainya ada dana yang cukup maka lembaga independent, bisa dijadikan sebagai alternatif penyelenggara bagi rekrutmen Calon Kepala Sekolah ini, misalnya LPMP dll ; 2). Buat parameter yang jelas tentang kelayakan figur guru yang akan mampu menjadi kepala sekolah yang baik 3). Adanya penjaminan soal tes tidak bocor seratus persen 4). Umumkan hasil kelulusan pada papan terbuka, dengan menyertakan, skor ferivikasi administratif dengan paramater yang telah di buat, dan diketahui oleh semua calon kepala sekolah, cantumkan juga skor tes tulis dan wawancara. 5). Kalaupun ada kebijakan bagi guru berprestasi peringkat pertama, maka buat skor yang besar sehingga dijamin guru tersebut lulus dalam seleksi. 6). Kalau perlu dan ada dananya, adakan psikotes kepemimpinan, sehingga nantinya bisa diprediksi calon kepala sekolah yang lulus seleksi tersebut, memang orang-orang pilihan yang memiliki leadership yang tangguh.

Sesungguhnya masih banyak item-item pelaksanaan seleksi agar memenuhi prinsip-prinsip keterbukaan, transparan dan akuntabel, tapi semuanya kembali lagi pada Dinas Pendidikan beserta jajarannya, yaitu bagaimana Dinas Pendidikan mau menempatkan dan memposisikan Kepala Sekolah sebagai seorang figur pembaharu yang kreatif, inovatif, dan mampu menjadi ujung tombak kemajuan pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya serta mampu menjawab tantangan jaman, ataukah hanya menempatkan kepala sekolah sebagai orang-orang yang hanya nunggu perintah ?

Kedua kemauan ini berimplikasi pada pola seleksi, kemauan pertama, akan berakibat pada pola seleksi yang terbuka dengan implikasi nilai-nilai di dalamnya, dan pola budaya yang baik yang akan mengikutinya. Kemauan kedua, pada pola seleksi yang tertutup dengan berbagai implikasinya, dan implikasi yang paling berat yaitu adanya ketidakpercayaan stake holders pendidikan, baik terhadap figur-figur , ataupun secara institusional pendidikan. Kalau sudah hilang kepercayaan, maka mau apalagi yang harus dibanggakan dari dunia pendidikan ?

Tantangan Penulis, punyakah Dinas Pendidikan Kab. Tasikmalaya political will ke arah sana, atau tidak ? Kalau ya, maka kita akan menyaksikan 5 atau 10 tahun kedepan masa depan yang cerah bagi dunia pendidikan di Kab. Tasikmalaya. Kalau tidak, karena masih kuatnya arus pergumulan kepentingan politik dan personal dalam proses Seleksi Calon Kepala Sekolah, seperti yang menjadi tafsir negatif selama ini, maka kita akan pula menyaksikan stagnasi dunia pendidikan kalaupun bukan perlambatan dalam bingkai pesimisme yang akut.

Dan yang pasti, kita pun masih akan terus dan terus mendengar tafsir-tafsir negatif itu berkeliaran dalam wacana-wacana informal guru dan masyarakat, baik di sekolah, di rumah, maupun di warung-warung kopi. Kalau sudah begini, masihkah kita berharap , bahwa dunia pendidikan akan menghasilkan generasi muda yang cerdas dan berakhlak mulia ?

Karangnunggal, Agustus 2008
Tantan Suhartana, M.Pd
Guru SMP Negeri 3 Karangnunggal
( Magister pada konsentrasi
Value Education UPI Bandung )

2 komentar:

haryantoblog mengatakan...

Setuju sekali, karena itulah manusia berbeda dengan mahluk lain. Makasih suportnya Pak,salam dari jakarta.

Tantan Suhartana mengatakan...

re:
maaf sebenarnya tulisannya masih coba-coba, tapi.....trim's buat haryanto yang telah mampir di blog ini, insya allah, ita saling mensuport, semoga kita menjadi manusia2 pembelajar !